Nasional

Hapus Threshold di Pilkada dan Perbesar Anggaran Negara untuk Parpol


matateliga/ist
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar Zulfikar Arse Sadikin
MATATELINGA, Jakarta: Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin memandang dinasti politik merupakan hak semua warga negara yang dilindungi Undang-Undang Dasar 1945. Baik atau buruknya dinasti politik itu menurut dia ada pada implementasinya.


"Menurut saya, kekurangan kita, kita ikutilah alurnya. Dinasti yang buruk itu pada implementasi dari undang-undang dasar tersebut. Di kita itu di undang-undang partai, maupun anggaran dasar, anggaran rumah tangga partai, itu komitmen dan konsistensi kita kurang," kata Zulfikar Arse Sadikin saat Diskusi Forum Legislasi bertema 'Kekhawatiran Menguatnya Dinasti POlitik' secara virtual dari Media Center MPR/DPR/DPD RI, Senayan Jakarta, Selasa (28/7/2020). 


Di dalam undang-undang, di dalam AD/ART, harus ada norma, kriteria, prosedur standar yang tegas, yang jelas, terkait dengan kompetisi, kontestasi, setara, track record sehingga membuat orang punya kesempatan sama dicalonkan, untuk sama-sama direkrut. 



Kemudian terkait dengan Pilkada, yang ke depan itu akan dimasukkan di RUU Pemilu, menurut Zulfikar ada dua perubahan yang harus dimasukkan di dalam UU.


Perubahan pertama adalah soal ambang batas pencalonan atau threshold. Berbeda dengan Saan Mustofa dari Fraksi NasDem dan Mardani Ali Sera dari Fraksi PKS yang mengusulkan ambang batas pencalonan atau threshold diturunkan, Zulfikar justru mengatakan ambang batas sebaiknya dihapus. 


"Kalau tadi Kang Saan (threshold) diturunkan, Bang Mardani diturunkan, kalau menurut saya ditiadakan. Pendapat kita diserentakkan dengan DPRD baik provinsi maupun di kabupaten/kota. Tanpa ada ambang batas aja. Jangan diturunkan lagi Bang, saya lebih tajam.   Karena apa, karena formula pemilihan kita itu pluralitas. Jadi siapa tuh yang terbanyak dialah yang terpilih, diserentakkan begitu ya, jadi nanti berapa pun yang dapat kursi itu bisa mencalonkan," katanya.


Berbeda dengan presidensial threshold yang formula pemilihannya itu mayoritas, 50 persen plus satu. Kalau kurang 50 persen plus satu, maka harus dua putaran. Kalau sudah dua putaran, itu keserentakannya jadi hilang.



Perubahan kedua yang harus dimasukkan dalam UU Pemilu yang baru adalah soal pembiayaan partai agar lebih besar dibiayai negara. Kalau partai politik dibiayai negara lebih besar, hal tersebut penting karena partai politik yang memang sudah menjadi institusi publik itu , makin bertanggung jawab kepada publik.


"Karena apa, karena yang membiayai itu publik sehingga publik bisa menuntut mereka (partai) untuk untuk melakukan perubahan, untuk berbenah diri, apalagi partai politik di alam demokrasi ini menjadi tulang punggung transformasi politik , sosial, ekonomi dan seterusnya. Nanti ada lagi di dalam parpol itu centralisasi, lalu personalisasi, bahkan oligarki," ujarnya. 


Penulis
: Aam
Editor
: Gus Ritonga
Tag: Matatelinga.com.matatelinga.com/matatelinga.com Matatelinga com TerkiniblibliDPR RIDPR-RIDinasti PolitikFraksi GolkarPilkadaTravelokaUU PemiluZulfikar Arse Sadikin

Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.