"Sementara itu, katalis positif untuk harga emas belum ada, jadi ini yang jadi perhatian yang menyebabkan harga emas masih turun," ungkapnya.
Di sisi lain, ada beberapa sentimen baru yang bisa menjadi katalis positif bagi pergerakan harga emas ke depan. Seperti kabar terbaru terkait perang dagang yang berlanjut.
Dimana, AS kembali menetapkan tarif pada perusahaan minyak China. Harapannya, sentimen tersebut bisa menjadi penopang kenaikan kembali harga emas.
Secara teknikal, Suluh melihat penurunan harga emas sudah cukup awet dan sudah berlangsung dari awal November 2020.
Sehingga, penurunan harga saat ini dianggap sebagai rekor penurunan terbanyak dalam waktu sebulan.
Analis Pasar memprediksi, emas spot masih ada peluang menuju level psikologis US$ 1.700 per ons troi, dengan level support US$ 1.662 per ons troi.
"Kalau sudah sampai situ (level support) harusya harga enggak jatuh lagi. Meskipun kita enggak akan tahu bagaimana nasib pasar ke depan," ungkapnya.
Kondisi tersebut juga berlaku pada pergerakan harga logam mulia seperti emas PT Aneka Tambang (Antam) yang hari ini (30/11) terparkir di kisaran Rp 942.000 per gram. Potensi terburuk, jika tekanan berlanjut harga emas bisa menyentuh support Rp 900.000 per gram.
"Logam mulia masih akan tertekan, tapi saya yakin enggak akan ke Rp 800.000 per gram, karena artinya emas spot akan berada di US$ 1.600 per ons troi dan rupiah di bawah Rp 14.000 per dollar AS," jelasnya.
Untuk menyikapi kondisi saat ini, Suluh menganjurkan investor memanfaatkan momentum saat ini untuk beli. Meskipun kecenderungannya masih akan tertekan, namun koreksi emas cenderung akan terbatas.
"Sentimen ke depan masih ada vaksin euforia, perang dagang dan menanti stimulus. Kemungkinan emas baru akan bersinar di tahun depan," tandasnya.
Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.