Jika pemerintah serius ingin meningkatkan efektifitas dan efisiensi nilai ekonomi perkebunan Sawit nasional, temuan BPKP yang menyatakan adanya 3,3 juta hektar perkebunan ilegal itu harus dikejar oleh negara. Negara harus meminta pertanggungjawaban atas kerugian negara dan perekonomian negara yang disebabkan oleh korporasi sawit tercela. Bahkan pengambil-alihan perkebunan Sawit ilegal oleh Negara adalah suatu tindakan yang sangat perlu untuk memastikan tanah dan kekayaan sumberdaya alam Indonesia untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk dikuasai oleh segelintir pengusaha.
Menurut hemat saya, pemerintah tidak perlu buru-buru membuka lahan baru untuk memperluas perkebunan Sawit yang berpotensi merusak hutan dan lingkungan hidup serta melahirkan konflik sosial. Ada jutaan hektar luas perkebunan Sawit ilegal yang bisa diambil alih oleh negara pengelolaannya untuk meningkatkan pendapatan negara dari Sawit tanpa perlu membuka hutan. Dengan pengambil-alihan lahan perkebunan Sawit ilegal tersebut, Pemerintah bisa membagikan ke rakyat, tiap kepala keluarga petani di sekitar kawasan perkebunan akan mendapat lahan 2 hektar sesuai amanah UU Pembaruan Agraria.
Dalam konteks Sumatera Utara, salah satu kasus perkebunan Sawit ilegal yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) adalah penguasaan lahan secara ilegal seluas 47.000 Ha di kawasan hutan Register 40 Padang Lawas oleh PT. Torganda. Kawasan Register 40 merupakan hutan negara yang memiliki fungsi vital dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Penguasaan ilegal tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mengancam keberlanjutan lingkungan dan hak masyarakat sekitar atas manfaat hutan. Kerugian negara akibat penguasaan ilegal kawasan ini mencapai triliunan rupiahâ€"sumber daya yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.