Sejatinya dalam dunia bisnis, tidak ada satu pun pihak yang menginginkan datangnya kerugian. Namun terkadang hal-hal yang terjadi di lapangan begitu dinamis dan sulit untuk diprediksi, sehingga ide bisnis dan keputusan yang semula dipercaya akan mendatangkan laba justru menunjukkan hasil sebaliknya.
Di Indonesia, konsep business judgement rule terhadap direksi diadopsi dalam Pasal 97 ayat (5) UU PT yang selengkapnya berbunyi, anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Kemudian, telah melakukan pengelolaan perusahaan dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan perusahaan yang mengakibatkan kerugian, dan telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
Syarat di atas pada hakikatnya menjadi dasar untuk dapat diterapkannya doktrin business judgement rule dalam suatu pembelaan bagi direksi. Perlu digarisbawahi, direksi tidak dapat berlindung di bawah prinsip business judgement rule apabila keputusan yang diambilnya ternyata mengandung unsur-unsur fraud, conflict of interest, illegality, dan gross negligence
Pada hakikatnya prinsip business judgement rule memberi proteksi hukum bagi direksi yang beriktikad baik agar dapat menjalankan kegiatan usaha perseroan dengan leluasa. Perlindungan hukum semacam ini merupakan solusi terbaik untuk menjawab kekhawatiran setiap direksi yang ingin berinovasi dan mengambil peluang di atas ketidakpastian iklim bisnis, namun khawatir dengan risiko tuntutan hukum.
Apabila setiap direksi dapat dituntut tanggung jawab secara pribadi atas setiap kerugian bisnis yang timbul tanpa diberikan upaya pembelaan, bisa jadi tidak akan ada direksi yang berani melangkah mengambil keputusan bisnis. Akibatnya, akan menghambat pertumbuhan perseroan dan menjadikan diam di tempat (stagnant). Dampak lebih luasnya adalah terhambatnya pergerakan ekonomi nasional.
Di Indonesia, sayangnya belum ada keseragaman pemahaman bagi para penegak hukum terkait penerapan doktrin business judgement rule. Meskipun Pasal 97 ayat (5) UU PT telah memberikan syarat penerapan business judgement rule, namun tidak menjelaskan tolak ukur pemenuhan masing-masing ketentuan. Dalam hal ini, tentunya hukum akan ditentukan dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan.
Tak dapat dipungkiri, kelangsungan dan keberhasilan suatu perusahaan akan sangat bergantung pada kualitas direksi dalam menggerakkan roda perusahaan. Direksi dituntut untuk dapat memajukan perusahaan agar selalu bertumbuh dan mampu bersaing dengan para kompetitor, sehingga dapat bertahan, unggul, dan berkualitas.
Oleh. Dr. Hasrul Benny Harahap, SH. M.Hum
Tulisan ini adalah isi dari Disertasi Promosi Doktoral Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara
Penulis adalah advokat senior, praktisi hukum, tinggal di Medan