Opini

Pengamat Hukum : Vonis Bebas Effendy Pohan Dipandang Tak Sesuai Logika Hukum

rizky
Mtc/ist
Pengamat Hukum Muslim Muis
MATATELINGA. Medan - Terkait vonis bebas terhadap Eks Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan, membuat tanda tanya besar. Sebab, vonis bebas yang diwarnai dengan satu dissenting opinion (perbedaan pendapat) itu dipandang tidak sesuai logika hukum.



Pasalnya, terdakwa Effendy Pohan selaku pengguna anggaran lepas dari jerat hukum, sementara 3 terdakwa lainnya, yakni Irman Dirwansyah selaku kuasa pengguna anggaran (KPA), Agussuti Nasution ST selaku PPATK dan Tengku Syahril selaku Bendahara Pengeluaran terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi.


Pernyataan itu dikatakan Pengamat Hukum Muslim Muis, saat dimintai tanggapannya terkait putusan bebas terhadap terdakwa Muhammad Armand Effendy Pohan, pada Kamis, (24/02/2022).


"Putusan ini kan luar biasa, terdakwa yang merupakan pengguna anggaran selaku Kadis kok bisa bebas dari jerat hukum, apapun ceritanya, terdakwa harus terlibat. Makanya, dengan vonis bebas itu, Jaksa harus mengajukan kasasi terkait putusan bebas tersebut, karena Jaksa sudah susah payah melakukan penyelidikan hingga penuntut, tapi diputus bebas oleh hakim. Ini ada apa, keputusan ini harus dipertanyakan. Sejauh mana keterlibatan hakim dalam berkeyakinan membebaskan terdakwa," ujarnya.


Baca Juga:Jaksa Teliti Berkas Perkara Suntik Vaksin Kosong

Selain itu, kata Muis, dengan kerugian negara yang cukup besar, maka diminta agar Jaksa jangan hanya melakukan upaya Kasasi, tapi Jaksa juga harus melaporkan hakimnya terkait putusan bebas tersebut.


"Tidak semata-semata hanya mengajukan Kasasi, itu kan dasar hukum dan wajib. Jaksa juga harus mengambil langkah politik yakni melaporkan hakim dalam perkara itu," katanya.


Menurut pengacara kondang asal Medan ini, langka untuk melaporkan hakim itu dilakukan agar dapat menunjukan kepada masyarakat bahwa Jaksa itu komit dalam memberantas tindak pidana korupsi.



"Kita meminta kepada Jaksa selaku eksekutor dan garda terdepan dalam memberantas korupsi untuk melaporkan hakim yang telah memvonis bebas terdakwa. Kita meminta agar hakim tersebut dilaporkan. Kalau perlu Jaksa datang ke Komisi Yudisial atau ke Mahkamah Agung. Kita ingin melihat sejauh mana taji Jaksa, jangan pula mereka yang takut dengan hakim," pungkasnya.


Sebelumnya diketahui, Eks Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut, Muhammad Armand Effendy Pohan (56) divonis bebas dari segala tuntutan pidana. Namun, vonis itu diwarnai dengan satu dissenting opinion (perbedaan pendapat) dari hakim anggota Ibnu Kholik SH MH.


Dalam putusan yang dibacakan dalam persidangan yang digelar secara virtual di ruang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin, (21/02/2022), hakim Ibnu Kholik menyatakan bahwa Effendy Pohan terbukti melakukan korupsi pemeliharaan jalan di Kabupaten Langkat, yang bersumber dari APBD Tahun 2020 sebesar Rp 2.499.769.520.


Sebab, hakim Ibnu Kholik berkeyakinan bahwa terdakwa Effendy Pohan terbukti ada menerima aliran dana sebesar Rp1.070.000.000.


Maka dari hal itu, Ibnu Kholik menyatakan terdakwa bersalah melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dakwaan subsidair.


Namun, dua majelis hakim lainnya yakni Jarihat Simarmata selaku Ketua majelis hakim dalam perkara tersebut dan hakim anggota Syafril Batubara menyatakan bahwa terdakwa Effendy Pohan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primair dan subsidair Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Langkat Mohammad Junio Ramandre.



"Menyatakan bahwa terdakwa Muhammad Effendy Pohan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Dakwaan Primair dan dakwaan Subsider Penuntut Umum,” kata Hakim Ketua Jarihat Simarmata.


Selain itu, dalam amar putusannya majelis hakim juga memerintahkan agar terdakwa yang ditahan di Rutan agar segera dibebaskan dan memulihkan kedudukan, harkat dan martabat terdakwa.


Menanggapi putusan bebas tersebut, Kasi Intelijen Kejari Langkat Boy Amali ketika dikonfirmasi, menyatakan tim JPU Kejari Langkat melakukan upaya hukum kasasi karena sebelumnya terdakwa Effendy Pohan dituntut pidana penjara selama 4 tahun 6 bulan dan denda Rp100 juta subsider selama 3 bulan penjara.


Selain itu, terdakwa Effendy Pohan juga dibebankan membayar uang pengganti (UP) kerugian negara sebesar Rp 1.070.000.000, dengan ketentuan dalam satu bulan setelah putusan terdakwa tidak mampu membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk negara. Apabila tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun 3 bulan.

Penulis
: Amrizal
Editor
: Rizky
Tag:MatatelingaPengamat hukumTerkiniVonis Bebas Effendy Pohan Dipandang Tak Sesuai Logika Hukum

Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.