Nasional

Lika - Liku Bergulirnya Kasus Cicak VS Buaya

Administrator
Matatelinga - Jakarta, Kasus dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang bergulir pada 2009 lalu kembali
mencuat.

Kasus yang sempat menyeret dua mantan pimpinan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samat Rianto dan Chandra Hamzah itu
kemudian memunculkan konflik dua lembaga penegak hukum atau lebih tenar
disebut Cicak vs Buaya kala itu.

Lantas, bagaimana sebenarnya proses suap yang disebut-sebut nilainya mencapai Rp5,1 miliar itu terjadi?

"Dalam
rekaman perbincangan Anggoro dengan Antasari (Antasari Azhar), memang
diakui bahwa Anggoro memberikan suap kepada KPK," ujar mantan kuasa
hukum KPK, Taufik Basari , di Jakarta, Selasa (4/2/2014).

Perbincangan
tersebut kata dia, menyebutkan bahwa Anggoro menyerahkan sejumlah uang
kepada Ari Muladi untuk diberikan kepada Bibit dan Chandra.

"Adnan
Buyung, ketua tim verifikasi fakta kasus itu, salah satu hal yang
ditelusuri. Pengakuan Anggoro kepada Antasari memang memberikan uang
kepada KPK. Tetapi, dalam bukti yang ada, tidak ada satu hal pun yang
sampai ke Pak Bibit dan Pak Chandra," bebernya.

"Kronologi penyuapan itu sudah clear,
sampai Ari Muladi yang diberikan uang dari Anggoro. Kemudian memang Ari
Muladi menyebut nama Yulianto, yang sampai saat ini saya juga tidak
tahu siapa dan ada di mana dia," timpalnya lagi.

Selain nama Ari
Muladi dan Yulianto, lanjut Taufik, nama lain yang juga terseret dalam
kasus suap tersebut adalah mantan Deputi Penindakan KPK, Ade Raharja.
Namun, Taufik menegaskan tidak ada barang bukti yang bisa membuktikan
bahwa Ade menerima suap.

Namun, di lain pihak, pengacara mantan
Ketua KPK Antasari Azhar, Boyamin Saiman menegaskan dalam pertemuan
Antasari dengan Anggoro dengan jelas disebutkan ada pegawai KPK yang
menerima uang. "Dan terkonfirmasi dengan Ari Muladi di Malang," kata
Boyamin.

Saat ini, kata Boyamin, pegawai KPK penerima suap itu
sudah tidak lagi berkarier di KPK. "Antasari dulu ingin menelusuri suap
itu, tapi gagal karena keburu masuk tahanan Polda," tukasnya.

Teranyar,
tersangka kasus korupsi Sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) di
Kementerian Kehutanan Anggoro Widjojo berhasil diringkus KPK di
Shenzhen, China. Penangkapan Anggoro diharapkan dapat memberikan titik
terang mengenai kasus dugaan penyuapan terhadap pegawai KPK pada tahun
2009 silam.

Anggoro melalui adiknya, Anggodo Widjojo
disebut-sebut menyuap pegawai KPK sekira lima tahun silam. Tujuannya,
untuk melepas Anggoro dari jerat KPK dalam kasus SKRT.

Kasus
itu, kemudian memunculkan istilah Cicak vs Buaya. Pimpinan KPK kala itu,
Chandra Hamzah dan Bibit Samad Riyanto disebut-sebut menerima uang suap
dari Anggodo.

Bahkan, Ketua KPK saat itu, Antasari Azhar
disebut-sebut bertemu dengan Anggoro di Singapura pada Februari 2009 dan
juga menerima uang dari Anggoro.

Dalam kasus SKRT ini, Anggoro
diduga terlibat lantaran dia bersama Presiden Direktur PT Masaro
Radiokom, Putranefo Alexander Prayugo, mantan Kabiro Perencanaan dan
Keuangan Kemenhut Wandojo Suiswanto, mantan Anggota Komisi IV DPR Fraksi
Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra, Al-Amin Nur Nasution, dan Fachri
Andi Leluasa, yang semuanya sudah divonis bersalah.



(Okc/KNIA)
Tag:BanjirKebudayaannasional

Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.