sehari sebelumnya, Selasa (17/11/2020) juga menyampaikan kekecewaannya, berdasarkan perinciannya, pos anggaran dana pinjaman Pemkab Taput yang dicincang dalam 1300 paket proyek fisik itu, ternyata hanya 60 paket saja yang dialokasikan di 4 kecamatan.
"Dari empat kecamatan, di Pahae hanya sekian persen saja dialokasikan. Apakah ini namanya kebijakan pembangunan yang berkeadilan?," ucapnya.
Mauliate juga menyebutkan, banyak alokasi anggaran PEN di daerah pemilihannya bukan termasuk skala prioritas. Ternyata paket pekerjaan itu juga dikerjakan oleh rekanan penyedia jasa dari luar Taput.
" Kalau praktek fee proyek itu ada, baiknya diproses hukum. Sebenarnya tidak dibangun pun itu tidak berpengaruh kepada perekonomian. Ironisnya lagi, rekanan kontraktor juga pekerja diimpor dari luar bukan masyarakat Tapanuli Utara," kesal Mauliate.
Koordinator TAPD Taput, Indra Sahat Simaremare sebelumnya, Senin (16/11/2029) kepada awak media menyangkal saat ditanya seputar informasi PEN yang disinyalir sarat praktek jual beli dengan patokan fee proyek dari pemborong luar Taput.
" Kami minta aparat hukum bekerja profesional mengungkap isu maraknya pungutan fee proyek tersebut.
Tidak ada itu dipungut fee proyek. Terkait perusahaan-perusahaan dari luar itu urusan pengusaha. Kalau praktek fee proyek itu ada, baiknya diproses hukum," pungkasnya
Sekda Taput ini juga belum bersedia menjelaskan persentase rekanan atau kontraktor dari luar Taput yang terlibat pengelolaan paket PEN yang lagi hangat dibahas di kabupaten tersebut. (AVID)
-
Nasional
-
Berita Sumut
-
Berita Sumut
-
Nasional
-
Berita Sumut
-
Internasional
Situs ini menggunakan cookies. Untuk meningkatkan pengalaman Anda saat mengunjungi situs ini mohon Anda setujui penggunaan cookies pada situs ini.